TORAJA


Toraja Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo
Beberapa pendapat tentang asal-usul suku bangsa Toraja

Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul nama Toraja(sekarang: Tana Toraja). Di antaranya yang terpenting ialah: orang Bugis Luwu menyebutnya To Riaja, yaitu kelpmpok masyarakat yang bermukim di daerah sebelah barat(riaja) yang bersebelahan dengan wilayah timur(rilau’), Luwu; orang Bugis Sidenreng menyebutnya To Riaya, yaitu kelompok  masyarakat yang bermukim di daerah bagian atas (pegunungan); sementara orang Makassar ( Gowa) menyebutnya Toraja, yang mengandung arti negeri asal raya seperti yang lazim di sebut dalam legenda La Kipadada dan I Lando Belua, Rja Gowa, yang dalam versi Toraja disebut Lando Rundun karena panjang rambutnya 17 depa 700 jengkal yang pindah bersama sumur batunya dari gunung Sesean di Toraja ke Gowa. Dan yang terakhir adalah pendapat dari masyarakat Toraja sendiri yaitu To Raa, atau To Raya, berasal dari kata-kata  Maraa atau Maraya yang beraarti orang pemurah hati atau orang besar, rendah hati, sederhana, toleran, demokratis, sederajat dan tidak dalam arti orang besar yang berkuasa.
                Masyarakat Toraja hidup di dalam lingkungan nilai sosial budaya yang khas. Mereka tumbuh dan berkembang melalui proses social budaya dan pengalaman hidup yang panjang, taat dan setia kepada aluk sola pemali, yaitu tatanan hidup dan berpantangan, terikat pada keluhuran rumah-rumah adat Tongkonan (tongkon = datang duduk pada kedukaan), yang tersebar dalam jumlah yang tidak sedikit di suatu wilayah yang “aman, rukun dan damai”. Itulah kawasan yang sering disebut dalam legenda sebagai Tondok Lepongan Bulan, Tana Matari’ Allo atau Negeri Bulat Bersatu Bagaikan Bulan, Bumi Matahari Terbit. Suatu mitos indah yang melambangkan persatuan dna kesatuan yang tiada cacat. Namun dalam kenyataanya terjadi pada saat-saat tertentu saja . Tidak dalam jangka waktu panjang, karena orang Toraja sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup: kebebasan,keterbukaan, sederajat dan demokrasi yang tercermin dalam ungkapan sehari-hari: pada tau ki’, pada muane ki’, pada to sugi’ki’, musanga raka, yang bermuara pada ma’ kurin senga’, yaitu “selfreli ance” (mandiri atau percaya pada diri sendiri) dalam mengatur kehidupannya di dalam lingkungan wilayahnya sendiri tanpa di campuri oleh kelompok masyarakat dari wilayah lain. Oleh sebab itu pada masa silam Tana Toraja tidak pernah dikuasai oleh seorang penguasa tunggal atau raja seperti daerah-daerah lainnya di Sulawesi Selatan, tetapi terbatas pada pengelompokan suku/ adat dalam wilayah kecil, namun masih melakukan hubungan dengan kelompok masyarakat lainnyya atas dasar sederajat (pada tau), persamaan (aluk sola pemali) dan kaitan genealogi (hubungan sedrah) melalui Tongkonan.
                Selain itu asal- usul masyarakat Toraja pun di uraikan oleh berbagai pandangan dan hipotesa yang masih harus dibuktikan kebenarannya, agar tidak hanya terbayang pada legenda-legenda prasejarah yang tidak mengandung data-data sejarah.


Komentar