- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Setelah membaca beberapa blog saya mengambil 2 versi keberadaan masyarakat Toraja. Berikut ini ceritanya :
A. Versi
1
Menurut sejarah, penduduk yang pertama-tama menduduki atau mendiami
daerah Toraja pada zaman purba adalah penduduk yang bergerak dari arah Selatan
dengan perahu. Mereka datang dalam bentuk kelompok yang dinamai Arroan
(kelompok manusia). Setiap Arroan dipimpin oleh seorang pemimpin yang dinamai
Ambe' Arroan (Ambe' = bapak, Arroan = kelompok). Setelah itu datang
penguasa baru yang dikenal dalam sejarah Toraja dengan nama Puang Lembang yang
artinya pemilik perahu, karena mereka datang dengan mempergunakan perahu
menyusuri sungai-sungai besar. Pada waktu perahu mereka sudah tidak dapat
diteruskan karena derasnya air sungai dan bebatuan, maka mereka membongkar
perahunya untuk dijadikan tempat tinggal sementara. Tempat mereka menambatkan
perahunya dan membuat rumah pertama kali dinamai Bamba Puang artinya pangkalan
pusat pemilik perahu sampai sekarang. Hingga kini kita akan melihat
disekitar Ranteapo terdapat beberapa Bamba Puang milik keluarga keluarga paling
berpengaruh dan terkaya disitu yang mendirikan Tongkonan (rumah adat Tator)
beserta belasan lumbung padinya. Setiap Tongkonan satu keluarga besar dihiasi
oleh puluhan tanduk kerbau yg dipakai untuk menjelaskan status sosial dalam
strata masyarakat adat. Tongkonan itulah yang menjadi atraksi budaya dan menjadi
obyek foto ratusan turis yang mendatangi Toraja.
Toraja aslinya mempunyai nama tua yang dikatakan dalam
literatur kuna mereka sebagai "Tondok Lepongan Bulan Tana Matari'
Allo" , yang berarti negeri dengan pemerintahan dan masyarakat
berketuhanan yang bersatu utuh bulat seperti bulatnya matahari dan bulan. Agama
asli nenek moyang mereka adalah Aluk Todolo yang berasal dari sumber Negeri
Marinding Banua Puan yang dikenal dengan sebutan Aluk Pitung Sa'bu Pitung Pulo.
Ketika Belanda masuk, agama Aluk Todolo tergeser oleh missionaris Kristen yang
menyebarkan agama diwilayah ini. Namun adat istiadat yang berakar pada konsep
Aluk Todolo hingga kini masih dijalankan. Kita masih akan menikmati pertunjukan
upacara kematian masyarakat Toraja sebagai pengaruh kuat dari agama nenek
moyang mereka.
Kata Toraja itu sendiri berasal dari bahasa Bugis to riaja, yang berarti “orang
yang tinggal di daerah atas”
2. Versi 2
Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan,
dipercaya sebagai tempat asal suku Toraja. Telah terjadi akulturasi panjang
antara ras Melayu di Sulawesi dengan imigran Cina. Awalnya, imigran tersebut
tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan
dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah
(tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit
lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap
pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar
dan Bugis.
Belanda melihat suku Toraja
yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada
tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan
pemerintah kolonial Belanda. Selain menyebarkan agama, Belanda juga
menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan
di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya
merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada
tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia
mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris Belanda yang baru
datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur
perdagangan yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan
ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak
ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan
para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak
merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi
Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi
Kristen.
Penduduk Muslim di dataran
rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang
ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan
perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap
orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965
setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat
pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan
sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15
tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama
Kristen.
Pada tahun 1965, sebuah dekret
presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari
lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha.
Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja
berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia
harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969,
Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Komentar
Posting Komentar