UKIRAN TORAJA : PA'TEDONGAN

Ukiran Toraja menggunakan tiga dasar warna yaitu :
1. Hitam
2. Merah
3. Kuning

Pa’ tedong berasal dari kata Tedong yang dalam bahasa Toraja berarti kerbau. Ukiran ini menyerupai bagian muka seekor kerbau. Di Toraja, kerbau adalah binatang peliharaan yang utama. Bagi masyarakat Toraja, kerbau punya fungsi ganda yaitu sebagai hewan pengolah sawah, alat transaksi dalam jual beli masyarakat Toraja, sebagai korban persembahan kepada dewa atau leluhur. 
 Makna filosofi dari ukiran ini yaitu: 
 1. Lambang kesejahteraan bagi masyarakat Toraja 
 2. Lambang kemakmuran dan lambang kehidupan orang Toraja dimana rumpun keluarga diharapkan dapat menternakkan kerbau.

Ukiran pa'tedongan dapat kita lihat pada rumah tongkonan, alang (tempat menyimpan padi), kain pada saat prosesi adat.


Subyek gambar mempresentasikan tema dunia binatang dengan penggabungan tiga badan. Simbol kerbau dapat dikenali melalui tanduknya, babi melalui taringnya, dan kambing melalui daun telinga 20.

Subyek digambar secara stilisasi dengan menggunakan warna hitam. Untuk memperjelas tampilan bentuk digunakan garis kontur berwarna putih, sehingga terwujud sosok hewan yang memiliki raut seperti silhouette berwarna hitam yang keluar dari kegelapan. Sedikit warna kuning dan merah pada biji dan kelopak mata untuk semakin memperjelas keangkerannya. Komposisi keseluruhan dalam penempatan subyek menampakkan pembagian bidang yang simetris vertikal.

Ditinjau dari aspek rupa, gabungan tiga bentuk badan binatang telah melalui suatu proses distorsi dan deformasi sehingga menghasilkan gambar abstrak berkesan magis religius. Pemakaian atribut mahkota dan bola mata, memperjelas bahwa binatang itu memiliki kekuatan supranatural. Latar subyek menggunakan warna hitam sebagai warna kegelapan dan kematian, sangat kontras dengan warna putih terang cemerlang dan mengandung kesucian.

Berdasarkan kesan magis religius yang ditampilkan melalui bentuk-bentuk yang abstrak serta penggunaan warna hitam yang dominan, maka aspek konsep obyek mengacu pada ide akan hewan persembahan yang berfungsi sebagai kendaraan arwah dan terlihat menyerupai Totem. Totem pada etnis tertentu diartikan sebagai patung atau gambar ukiran menyerupai binatang aneh dan sebagai lambang suku primitif, Totem dapat menurunkan garis keturunan kepada manusia dan dengan demikian Totem dianggap sebagai nenek moyang.
  
Cita-cita utama bagi penganut agama leluhur adalah bersatu dengan arwah nenek moyang pertama yaitu Puang Matua di negeri puya, dan untuk mencapai negeri itu diperlukan kendaraan arwah. Gambar Pattedong Pattikek mengambil peran sebagai kendaraan arwah untuk bertemu dan bersatu dengan arwah leluhur yang telah meninggal dunia. Dalam rangka proses mobilisasi arwah, maka segenap keturunannya perlu mengorbankan sebanyak mungkin kerbau, babi dan ayam sebagai kendaraan dan bekal perjalanan agar dapat merubah status arwah dari Tobombo (gentayangan) menjadi Tomebalipuang (menyatu).