LAKIPADADA

Lakipadada storys

Lakipada di tengah kolam kota makale

Patung yang berdiri tegak di tengah kolam makale adalah patung Lakipadada. Di balik pendirian sebuah patung tentu ada ceritanya. Berikut ini saya ceritakan mengenai Lakipadada

Dahulu kala ada seorang raja di Kapuangan Kalindobulanan Lepongan Bulan bernama Puang Tamboro Langi’. Raja ini adalah raja pertama yang kemudian menjadi leluhur raja-raja di Kerajaan Tallu Bocco yg pertama (Toraja, Luwu, Gowa). Puang Tamboro Langi memperisteri puteri cantik bernama Sandabilik, dan kemudian melahirkan 4 orang anak, yaiutu : Puang Papai Langi’, Puang Maeso, Puang Sandaboro dan Puang Membali Buntu. Puang Sandaboro menikah dengan To Bu’tui Pattung (Ao’ Gading) kemudian lahir LAKIPADADA.

Lakipadada, dalam legenda itu diceriterakan  kaget dan ketakutan dengan meninggalnya  orang-orang yg dia sayangi yaitu ibu, saudara perempuan, saudara laki-laki bahkan pengawal dan para hamba-hambanya  satu demi satu meninggal. Sejak saat itu Lakipadada takut terhadap kematian, sehingga berusaha mencari mustika “tang mate” (kehidupan abadi) supaya dia bisa hidup kekal, tanpa dihantui kematian.  

Pergilah Lakipadada mengembara mencari mustika tang mate yang bisa mengekalkan kehidupannya. Lakipadada sudah mencari di daratan tetapi tidak menemukannya. Kemudian ia sampai di teluk bone dan bertemu dengan tedong bulaan (kerbau putih). Kerbau putih ini kemudian bertanya kepada lakipadada : "Kemanakah tujuanmu Lakipadada?" Dijawab oleh Lakipadada "Ke seberang lautan ini untuk mencari mustika tang mate". "Aku bisa menolongmu menyebrangi sungai tetapi aku memiliki satu persyatan" kata tedong bulaan. Setelah sepakat dengan tedong bulaan, lakipadada kemudian diantarkan menyebrang dan sampai di sebuah pulau. Di pulau itu ia bertemu dengan seorang kakek yang memiliki jenggot putih. Lakipada kemudian memberi tahu tujuannya. Lalu kakek itu memberi syarat kepada Lakipada agar tidak makan selama 7 hari, dan tidak tidur selama 7 hari. Tetapi pada hari ketiga lakipadada sudah merasa sangat mengantuk sehingga ia ketiduran. Akibatnya ia tidak mendapatkan mustika tang mate itu       

Tetapi dari sini Lakipadada mendapat hikmah yang menyadarkannya bahwa menghindari kematian sama halnya dengan menantang kuasa Tuhan. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan, walau kadang kejam.

Lakipadada kemudian mengembara lagi dengan menumpang bergelantungan di cakar burung Garuda yang membawanya ke negeri Gowa. Disana Lakipadada, yang sudah tercerahkan, menyebarkan hikmah kebajikan dan berhasil mendapat simpati Raja, mengobati dan membantu permaisuri raja melahirkan. Lakipadada diangkat menjadi anak angkat dan Putra Mahkota.

Diakhir cerita Lakipadada memperistri bangsawan Gowa, kemudian diangkat menjadi raja Gowa, penguasa baru yang bijak. Dia memiliki tiga orang anak, yang kemudian menjadi penerusnya dan mengembangkan kerajaan-kerajaan lain di jazirah sulawesi. Putra Sulung, Patta La Merang menggantinya di tahta Gowa. Putra kedua, Patta La Baritan ditugaskan ke Sangalla, Toraja dan menjadi raja disana. Putra bungsu, Patta La Bunga, menjadi raja di Luwu.

Akulturasi damai. Lakipadada yang berasal dari Toraja berdamai dengan tiga suku lain; belajar hikmah dari Bugis/Bajo (kakek sakti di pulau Maniang), menjadi raja di pusat budaya Makassar, dan mengirim anaknya menjadi Datu di Luwu. Akulturasi ini lah yang mengabadikan darah dan silsilahnya, juga cerita legenda yang mengantarkannya pada kita saat ini, mungkin inilah mustika tang mate yang dimaksudkan, keabadian melalui cerita/legenda.






Sumber : eddypapayungan.blogspot.co.id

Komentar

Posting Komentar